Anime Uzumaki, adaptasi dari manga legendaris karya Junji Ito, resmi menutup tirai dengan episode final yang mengguncang psikologis para penonton. Tak hanya memperlihatkan deretan horor spiral yang memutarbalikkan logika, namun juga menampilkan salah satu elemen paling mencolok: kekejaman geng kriminal yang melampaui batas kemanusiaan.
Episode final ini mengukuhkan Uzumaki sebagai bukan sekadar kisah horor biasa. Ia menyisipkan kritik sosial, kekacauan masyarakat, dan degradasi moral dalam balutan estetika kelam yang khas Junji Ito.
Ketika Spiral Menular ke Jiwa Sosial
Berlatar di kota Kurouzu-cho yang telah porak poranda oleh obsesi terhadap bentuk spiral, episode terakhir menggambarkan kondisi masyarakat yang semakin kehilangan kendali. Di tengah kepanikan dan kelaparan, muncul sekelompok geng kriminal yang memanfaatkan kekacauan ini untuk meneror warga yang tersisa.
Geng tersebut tidak hanya merampok makanan dan tempat tinggal, tetapi juga melakukan eksperimen kejam terhadap para korban—memaksa mereka memutar tubuh menjadi spiral atau dijadikan tumbal dalam ritual aneh yang diyakini bisa “menenangkan kutukan spiral”.
Simbol Kekuasaan Brutal
Pemimpin geng kriminal digambarkan sebagai tokoh dengan tubuh dipenuhi tato spiral, rambut menjuntai seperti ular dan ekspresi wajah yang tak pernah menunjukkan empati. Ia menjadi semacam manifestasi dari spiral itu sendiri—melingkar, tak berujung, dan menghancurkan segala yang menyentuhnya.
Dengan kekejaman yang ditampilkan tanpa sensor berlebihan, anime ini menunjukkan bagaimana kekuasaan, saat tidak terkendali, bisa menjelma menjadi kekerasan yang sistemik. Geng ini tidak hanya jahat dalam tindakannya, tetapi juga dalam ideologi: mereka percaya bahwa mereka adalah “penyaring akhir” umat manusia yang layak hidup dalam dunia spiral.
Korban Kekerasan yang Tak Terselamatkan
Salah satu adegan paling menyayat hati dalam episode final adalah saat karakter wanita pendukung, Kirie, mencoba menyelamatkan sekelompok anak kecil dari geng tersebut. Namun, mereka dipaksa menelan serpihan besi spiral agar tubuh mereka “menyesuaikan diri” dengan kutukan. Kekejaman ini tidak hanya menggambarkan sadisme fisik, tapi juga bentuk manipulasi psikologis terhadap rasa takut.
Narasi ini memunculkan kontras tajam antara karakter utama yang masih berpegang pada nilai-nilai kemanusiaan, dan kelompok kriminal yang telah sepenuhnya dikendalikan oleh obsesi spiral—seolah spiral itu bukan sekadar bentuk, tapi virus yang melahap moral dan akal sehat.
Akhir yang Tak Membawa Harapan
Berbeda dari banyak anime yang menawarkan penebusan atau titik terang, Uzumaki menutup kisahnya dengan keputusasaan. Tidak ada pahlawan. Tidak ada keadilan ditegakkan. Yang tersisa hanyalah kota Kurouzu-cho yang menjadi satu spiral besar—memangsa semua yang ada di dalamnya, termasuk para kriminal itu sendiri.
Kekejaman geng kriminal di episode final bukan hanya menjadi penambah teror visual dan emosional, tetapi juga sebagai metafora kuat: ketika kekacauan diberi ruang, ia melahirkan kekuasaan brutal yang sulit dikendalikan. Spiral dalam Uzumaki bukan hanya kutukan—ia adalah sistem yang tumbuh dari ketakutan dan kebodohan manusia.