Dunia anime diguncang oleh temuan mengejutkan dari laporan data penonton terbaru: anime adaptasi manhwa Korea, Solo Leveling, kini tercatat mengungguli Dragon Ball Daima dalam popularitas global di beberapa platform streaming dan media sosial. Di tengah dominasi panjang seri Dragon Ball sebagai ikon budaya pop Jepang, lonjakan Solo Leveling ini menjadi tanda bahwa lanskap anime global tengah berubah—dan berubah cepat.
Lonjakan Popularitas: Bukan Sekadar Hype
Menurut data pemantauan dari platform seperti MyAnimeList, Anilist, dan agregator pencarian Google Trends, Solo Leveling secara konsisten menduduki peringkat atas dalam kategori “Most Watched” dan “Most Discussed” sejak penayangan perdananya. Bahkan, di minggu keempat sejak tayang perdana, seri ini mencatat lebih dari 10 juta penonton aktif di Crunchyroll dan menjadi trending di X (sebelumnya Twitter) di lebih dari 20 negara.
Sementara itu, Dragon Ball Daima, yang menjadi proyek spesial untuk peringatan waralaba Dragon Ball, memang mencuri perhatian berkat nostalgia dan perubahan gaya desain karakter yang lebih chibi dan ringan. Namun, data menunjukkan bahwa antusiasme tersebut cenderung mereda setelah dua minggu pertama penayangan trailer dan informasi awal.
“Kami melihat pergeseran minat ke arah cerita yang lebih kompleks, karakter yang tumbuh dari nol, dan sistem kekuatan yang progresif—itu semua ada di Solo Leveling,” ungkap Hayato Nakamura, analis budaya pop dari Tokyo Media Watch.
Bukan Hanya Angka: Apa yang Membuat Solo Leveling Menonjol?
Keberhasilan Solo Leveling bukan semata karena visual memukau dari A-1 Pictures atau hype dari penggemar manhwa. Ini adalah kombinasi dari:
- Narasi yang relatable: Karakter utama, Sung Jin-Woo, adalah tipe “underdog” yang bangkit dengan kekuatannya sendiri. Ini resonan dengan generasi muda yang mencari cerita perjuangan dari bawah, bukan warisan kekuatan.
- Produksi internasional: Sebagai anime lintas budaya (Korea x Jepang), produksi Solo Leveling melibatkan tim multinasional, menjadikannya sangat cocok untuk pasar global.
- Ekosistem penggemar digital: Dari Reddit, TikTok, hingga Discord, komunitas penggemar Solo Leveling lebih aktif dan agresif dalam membuat konten turunan—dari analisis karakter, animasi ulang, hingga spekulasi plot.
Sebaliknya, Dragon Ball Daima, meski didukung oleh nama besar Akira Toriyama (almarhum), dianggap belum menghadirkan sesuatu yang cukup “baru” bagi penonton muda, selain dari perubahan gaya visual.
Dunia yang Berubah: Generasi Baru, Selera Baru
Fenomena ini mencerminkan pergeseran besar dalam ekosistem anime global. Jika dulu dominasi Shonen klasik seperti Naruto, One Piece, dan Dragon Ball hampir tak tergoyahkan, kini generasi baru penonton mulai mengarahkan perhatian mereka ke cerita-cerita yang lebih relevan dengan zaman.
“Saya tumbuh bersama Dragon Ball, tapi saat nonton Solo Leveling, saya merasa itu anime untuk zaman saya sekarang. Lebih gelap, lebih cepat, dan lebih grounded,” ujar Andre, mahasiswa penggemar anime dari Jakarta.
Apakah Dragon Ball Mulai Pudar?
Belum tentu. Dragon Ball masih memegang status legendaris yang tak mudah digeser. Namun, Daima mungkin bukan seri yang tepat untuk memikul ekspektasi sebagai kebangkitan besar waralaba. Banyak penggemar lama menyambut Daima dengan hangat, tetapi generasi baru mungkin menganggapnya “terlalu aman.”
Sementara itu, Solo Leveling punya semua elemen untuk tumbuh menjadi waralaba masa depan: komik aslinya sukses, animenya meledak, dan game-nya sudah dalam tahap pengembangan.